Jumat, 26 Februari 2016

Dana Desa; Quo Vadis

Menurut UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak UU Desa disahkan, Pemerintah terus berupaya untuk memprioritaskan pembangunan desa agar tidak tertinggal dan mendorong masyarakatnya menjadi lebih aktif karena dilibatkanya masyarakat pedesaan lewat Musdus, Musdes, Musrenbangdes dan rembuk desa secara berjenjang. Dalam menentukan arah pembangunan, tiap desa membuat RPJMDes yang digunakan sebagai acuan menentukan prioritas ((UU No 32 Th. 2004) . RPJMDes dibuat dengan mengacu visi misi kepala desa dan berlaku sampai berakhirnya masa jabatan kepala desa. Penyaluran dana menjadi hal terpenting untuk pembangunan desa yang lebih maju. Dengan berlakunya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa bahwa adanya kucuran dana milyaran rupiah langsung ke desa yang bersumber dari alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota. Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, Pasal 1, ayat 2 Dana Desa adalah Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan dari dana desa pada dasarnya adalah mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan lebih memeratakan pendapatan Pemerintah memprioritaskan pemanfaatan dana desa untuk proyek pembangunan infrastruktur, misalnya irigasi pertanian, jalan, usaha tani, saluran air, dan jembatan yang dibangun swakelola dan padat karya. Penyalahgunaan dana desa juga bisa terjadi dikarenakan beberapa faktor seperti desa belum siap mengelola dana tersebut, kurangnya sumber daya manusia, pemerintah desa yang tidak transparan dan akuntabel. Maka dari itu, perlu dilakukan beberapa hal agar pemanfaatan dana desa tepat sasaran yaitu pembenahan atau mengoptimalkan organisasi pemerintahan desa, pemerintahan desa yang akuntabel dan transparan, serta pengawasan anggaran. Pertama, kepala desa sebagai kuasa pengguna anggaran sekaligus penyelenggara pemerintahan harus bisa menerapkan fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan untuk mengatur desanya supaya bisa meningkatkan kesejahteraan warganya. Struktur organisasi di desa harus terdiri dari orang-orang yang memiliki standar kualitas dalam memimpin serta pembentukan badan-badan pengawasan keuangan dipedesaan dan mencari orang yang paham bagaimana cara mengatur desa tersebut. Setelah dibuatnya struktur organisasi desa, maka harus ditetapkan tugas, tanggung jawab, dan wewenang dari masing-masing jabatan. Sebagai contoh bagian kepala urusan ekonomi dan pembangunan bertugas sebagai penyelenggara urusan perekonomian dan pembangunan, memiliki tanggungjawab untuk menyelenggarakan pembangunan, dan memiliki wewenang yaitu menjalankan serta memberikan inovasi-inovasi pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Dengan diberikannya tugas, tanggungjawab, wewenang serta mencakup status dan peran yang dimiliki, maka aparatur desa tersebut harus patuh dan menjalankan tugasnya dengan amanah dan memiliki rasa tanggungjawab. Struktur organisasi yang bisa berjalan dengan mengikuti aturan serta terbuka dalam menerima kritik dan saran akan membuat desanya menjadi lebih maju dan mendorong masyarakat setempat untuk aktif, sehingga tidak terjadi kekacauan yang merugikan warga seperti tersendatnya dana dari pemerintah pusat untuk desa tersebut yang akan menimbulkan konflik-konflik internal. Kedua, siap atau tidak siap perangkat desa harus mau untuk mengelola anggaran desa dengan transparan dan akuntabel. Pemerintahan desa yang transparan dan akuntabel berkewajiban mempelajari sistem pembayaran, sistem akuntansi, dan pelaporan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik. Kepala desa bertugas dan berwenang membuat kebijakan. Penggunaan anggaran harus sesuai Peraturan desa (Perdes) yang dimusyawarahkan antara Kepala Desa, masyarakat dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Misalkan anggaran digunakan untuk gaji perangkat desa dan biaya operasional desa yang nilainya sudah disetujui semua perangkat desa dan BPD atas sepengetahuan tokoh masyarakat. Semua kegiatan anggaran harus dilakukan secara transparan dengan membuat laporan keuangan secara terbuka kepada warga setempat. Namun, pengawasan penyaluran dana desa sebaiknya tidak hanya mengandalkan sistem birokrasi pemerintah saja, tetapi juga harus melibatkan sistem budaya lokal yang berlaku di masing-masing desa. Sehingga sistem yang diterapkan suatu desa bisa saja berbeda dengan sistem di desa lainnya. Pengawasan terhadap anggaran desa menjadikan dana tersebut tidak disalahgunakan, sehingga warga desa merasakan pemanfaatan dana tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas, peran pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat sekitar sangat mempengaruhi pengelolaan anggaran yang ada di desa. Agar pemanfaatan desa tepat sasaran, pemerintah tidak boleh membuat gap antara perangkat desa dan masyarakat. Warga desa perlu mengetahui bagaimana kinerja perangkat desa dengan kata lain transparan dalam hal anggaran untuk pembangunan desa yang lebih maju. Struktur organisasi pun harus dibuat dengan benar sehingga semua perangkat desa menjalankan tugas yang telah ditetapkan, pemerintahan desa selalu melaporkan kondisi keuangan yang ada di desa tersebut serta selalu lakukan pengawasan terhadap anggaran desa agar tidak terjadi penyalahgunaan anggaran desa. Dibalik organisasi maupun perangkat pedesaan yang ideal terdapat kritik dan saran masyarakat yang bersifat membangun untuk progres desa yang ditinggalinya. Masyarakat pedesaan yang cenderung bersifat apatis terhadap urusan politik terutama anggaran desa karena minimnya pendidikan politik yang mengatur kehidupan mereka harus diminimalisir melalui berbagai penyuluhan yang dilakukan oleh orang-orang yang peduli akan pentingnya kemajuan desa terutama dalam anggaran pedesaan.

Senin, 22 Februari 2016

ASAL USUL DESA KECEPIT

Era Majapahit Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, dibawah kepemimpinan Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, pernah beberapa kali menyerang Kerajaan di tanah Pasundan yaitu Kerajaan Pajajaran dan hasilnya kurang begitu cemerlang (perang Bubat). Dalam perjalanan kembali dari tanah Pasundan, beberapa prajurit Majapahit terpisah dari rombongan (atau memisahkan diri) dan membentuk koloni sendiri. Diantaranya ada yang bergabung dengan masyarakat setempat dan atau mendirikan wilayah baru. Karena pengaruh dan kewibawaannya, mereka menjadi pemimpin yang sangat dihormati dan menciptakan sistem pemerintahan di daerah itu. Hingga sekarang banyak wilayah yang masih menyisakan budaya dalam kultur masyarakat maupun 'punden/petilasan'. Beberapa dari mereka 'terdampar'di sebuah wilayah yang pada masa itu masih hutan yang subur di sebelah timur gunung Slamet, mereka berbaur dengan penduduk asli dan menciptakan tatanan masyarakat. Begitu sangat dihormati & sangat berpengaruhnya, hingga masyarakat tidak pernah memanggil mereka dari namanya tetapi dengan sebutan "KI JOPIT" (asal kata Ki Mojopahit atau Ki Jopahit dalam lidah banyumasan). Salah satu dari mereka sebagai pemimpin spiritual yang jadi panutan dan mendapat sebutan 'KI BRAWIT' (asal dari Ki Brawijaya) dan sekarang menjadi punden/makam tanpa nama BREWITwaktu itu Majapahit diperintah oleh Raden Kertabhumi atau Prabhu Brawijaya semenjak tahun 1453 Masehi.
  Pada
 'Ki Japit' sendiri adalah prajurit yang gagah berani dan banyak menumbangkan musuh-musuhnya dan mendapat julukan 'PENUMBANG'yang menjadi nama dusun di daerah itu dan juga di abadikan menjadi nama sungai yang mengalir di daerah tersebut yaitu sungai Penambangan. Dalam perjalanannya beberapa prajurit Majapahit menyebar di beberapa lokasi, ada yang menetap hingga akhir hayat dan berkeluarga yang di kemudian hari mempunyai keturunan. Salah satu keturunanya dipercaya menjadi penerus di wilayah itu adalah KI KERTIMENGGALA. Sebelum berpisah diantara mereka bersepakat untuk memberi tanda di halaman rumah mereka menanam Pohon Sawo agar dikemudian hari memudahkan mereka untuk mencari apabila berkunjung. Sebagian dari penanda tersebut ada yang hingga kini masih ada, ditebang ataupun mati....  →bersambung}

Minggu, 21 Februari 2016

PROFIL DESA

PROFIL DESA Salah satu desa dari 17 desa di Kecamatan Punggelan yang letaknya di sebelah barat dan berbatasan langsung dengan desa Karangsari di sebelah Timur, Desa Tribuana & Sambong di sebelah selatan, Desa Danakerta di sebelah barat & Desa Klapa. Penduduk desa terdiri barbagai macam profesi mulai petani/pekebun, pedagang,PNS dll Jumlah penduduk Desa Kecepit ; 6.099 jiwa terdiri dari Laki-laki : 3022 dan Perempuan : 3.077 (/tgl. 30 jan 2016) Terletak di ketinggian ±750 m dari permukaan laut, Jenis tanah kering & kontur tanah berbukit ditambah minimnya irigasi sehingga sebagian besar penduduknya bekerja mengelola ladang perkebunan dengan jenis tanaman hortikultura yang di tumpang sari dengan berbagai tanaman perkebunan dan tanaman hutan. Mrica, Kopi, Kapulaga, singkong, duku, albasia dll menjadi hasil bumi andalan.
Desa Kecepit terbagi menjadi 3 wilayah dusun dan 30 RT yaitu; Dusun 1 Penumbang (12 RT), Dusun 2 Blabar ( 9 RT) dan Dusun 3 Silawi (9 RT).
 
Desa yang masih memiliki cagar budaya dengan masih terawat dengan baik sebuah bangunan peninggalan Belanda yang dibangun tahun 1912 dan sekarang masih berdiri kokoh dengan penambahan bangunan di sekitarnya.

Sarana Pendidikan di Desa Kecepit antara lain PAUD, TK, SD Negeri, MI & MTS Muhammadiyah.
 
Desa Kecepit adalah salah satu desa di Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara, adalah sebuah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibukotanya namanya juga Banjarnegara. Kabupaten Banjarnegara terletak di antara 7° 12' - 7° 31' Lintang Selatan dan 109° 29' - 109° 45'50" Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Banjarnegara adalah 106.970,997 ha atau 3,10 % dari luas seluruh Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang di Utara, Kabupaten Wonosobo di Timur, Kabupaten Kebumen di Selatan, dan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga di Barat. Geografi Bentang alam berdasarkan bentuk tata alam dan penyebaran geografis, wilayah ini dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : Zona Utara, adalah kawasan pegunungan yang merupakan bagian dari Dataran Tinggi Dieng, Pegunungan Serayu Utara. Daerah ini memiliki relief yang curam dan bergelombang. Di perbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang terdapat beberapa puncak, seperti Gunung Rogojembangan dan Gunung Prahu. Beberapa kawasan digunakan sebagai obyek wisata, dan terdapat pula tenaga listrik panas bumi. Pada sebelah utara meliputi Kecamatan : Kalibening, Pandanarum, Wanayasa, Pagentan, Pejawaran, Batur, Karangkobar, Madukara Zona Tengah, merupakan zona Depresi Serayu yang cukup subur. Bagian wilayah ini meliputi Kecamatan : Banjarnegara, Madukara, Bawang, Purwanegara, Mandiraja, Purworejo Klampok, Susukan, Wanadadi, Banjarmangu, Rakit Zona Selatan, merupakan bagian dari Pegunungan Serayu, merupakan daerah pegunungan yang berrelif curam. Meliputi Kecamatan : Pagedongan, Banjarnegara, Sigaluh, Mandiraja, Bawang, Susukan Topografi Topografi wilayah ini sebagian besar (65% lebih) berada di ketinggian antara 100 s/d 1000 meter dari permukaan laut. Secara rinci pembagian wilayah berdasarkan topografi. Kurang dari 100 m dari permukaan air laut, meliputi luas 9,82 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Kecamatan Susukan dan Purworejo Klampok, Mandiraja, Purwanegara dan Bawang. Antara 100 - 500 m dari permukaan air laut, meliputi luas 37,04 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Punggelan, Wanadadi, Rakit, Madukara, sebagian Susukan, Mandiraja, Purwanegara, Bawang, Pagedongan, Banjarmangu dan Banjarnegara. Antara 500 -1.000 m dari permukaan air laut, meliputi luas 28,74% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Kecamatan Sigaluh, sebagian Banjarnegara, Pagedongan dan Banjarmangu. Lebih dari 1.000 m dari permukaan air laut, meliputi luas 24,40% dari seluruh wilayah Kabupaten Banjarnegara meliputi Kecamatan Pejawaran, Batur, Wanayasa, Kalibening, Pandanarum, Karangkobar dan Pagentan. Sungai Serayu mengalir menuju ke Barat, serta anak-anak sungainya termasuk Kali Tulis, Kali Merawu, Kali Pekacangan, Kali Gintung dan Kali Sapi. Sungai tersebut dimanfaatkan sebagai sumber irigasi pertanian. Wilayah kabupaten Banjarnegara memiliki iklim tropis, dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm/ tahun, serta suhu rata-rata 20°- 26° C. Pembagian administratif Kabupaten Banjarnegara terdiri atas 20 kecamatan, yang dibagi lagi atas 273 desa dan 5 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Banjarnegara.