Rabu, 27 April 2016

milih Bupatine' wong mBANJARNEGARA

Dari Bojonegoro ke Purwakarta ke jalan lain ke Bantaeng


vote 2017

Sebelum pembaca mumet maca judul sing ngaler-aler bagaikan kali serayu, dikandung maksud agar pembaca mencari tahu ada apa dengan kota tersebut. Beruntung sekarang ada eyang goggle yang lebih tahu, serba tahu walau terkadang tempe.

Bojonegoro dibawah kepemimpinan Kang Yoto bukanlah kota yang luarbiasa sekelas metropolitan, sama dengan kota kabupaten lain yang sedang membangun, tetapi kenapa akhir-akhir ini sering nongol di tivi atau media lain? Apakah karena namanya mirip dengan Kabupaten kita Banjarnegara tercinta dengan sedikit beda vokal & konsonan? Tentulah bukan semata berita jika tiada fakta.
Purwakarta sebagai salah satu wilayah di tanah pasundan lewat sentuhan Dedi Mulyadi, juga sukses meraih penghargaan lewat kebudayaan bersama masyarakat setempat, meski dalam perjalanannya mendapat perlawanan dari penganut fanatisme tertentu. Tetap saja perlu kita apresiasi.
Kemudian Bantaeng sebuah kota nun jauh di Sul-Sel di bawah kepemimpinan Nurdin Abdullah pun dikenal karena prestasinya yang bersentuhan dengan kepedulian kepada warganya utamanya bidang kesehatan. Sang Kepala Daerah manjalin kerjasama dengan berbagai pihak termasuk Jepang.
Tentu masih ada Surabaya dengan Tri Rismaharini, Bandung dengan Kang Emil, Jateng dengan PakDe Ganjar dan seterusnya. 

Hakikatnya, semua wilayah dengan segala rintangan & tantangan memiliki keunggulan potensi berbeda yang bila dikelola secara tepat, akan menghasilkan daya saing & daya manfaat luar biasa, ditambah peran serta masyarakat tentunya. 
Sudah saatnya di rezim kerja ini, Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Angkara. Semua pihak berperan dalam mewujudkan Nawa Cita bagaimana mewujudkan rakyat nan sejahtera. Sudah bukan jamannya lagi kita gaduh menuduh mengaduh meratapi diri atas minimnya prestasi & sengkarut infrastruktur plus birokrasi yang tiada kunjung memenuhi harapan.
Narasi diatas menjelaskan bahwa kapasitas kapabilitas seorang kepala daerah berbanding lurus dalam menentukan arah kemajuan suatu daerah, seorang pekerja keras yang tak kenal menyerah akan mampu menggerakan potensi lokal lewat visi-misi yang kreatif inovatif membuka peluang ekonomi berbagai sektor dan berdampak pada rantai kebijakan hingga level paling bawah sekalipun. Dengan kata lain bahwa pemimpin yang mampu menselaraskan energi berbagai elemen dan fokus untuk memajukan daerahnya.

Alang-alang dudu Aling-aling, Margining Kautaman. Menggali PAD lewat sumber daya alam yang melimpah & mengelola potensi wisata alam nan mempesona guna tercapai tujuan mulia, salah satu cara meningkatnya kesejahteraan juga mampu menyerap tenaga kerja yang tak sedikit jumlahnya. Dari sekian banyak putra terbaik Banjarnegara tentu tidaklah sulit mencari pemimpin daerah yang akan mengangkat citra Banjarnegara yang bermartabat di kancah Nasional.
Dengan memilih pemimpin yang siap melayani masyarakat & bukan sebaliknya, gawe pepadang marang ruwet rentenging liyan, bukan kemustahilan apabila Banjarnegara di waktu yang akan datang bisa menjadi kota yang makmur jibar jibur aman sentosa gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja seraya mbangun sarana prasarana infrastruktur yang layak sebagai akses utama dalam pemerataan juga poros ekonomi pedesaan. 
Temen lan tegen, ora mingkuh lan pakewuh, berbudi bawa leksana, manunggaling tekad lan pakarti mangreh ing panca ndriyo, lelandesan kawaspadan, teteken budi rahayu, pepayung ing kautaman. dimana seorang pemimpin harus mampu mengendalikan diri dengan sikap waspada, berbudi pekerti luhur dan utama. 
Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman; apapun keberhasilan yang telah dicapai tidaklah dilakukan sendiri, selalu bersinergi dengan semua sektor tanpa kecuali. Maka membanggakan kedudukan tanpa dibarengi karya nyata menjadi sia-sia saja.

Secercah harapan haruslah selalu kita gantungkan dengan seberkas sinar terang tetap harus dijaga agar tetap cerdas waras dalam menentukan pilihan hingga Gusti ingkang Murbeng Dumadi, Maha Asih, Maha Wicaksono memberi petunjuk menggapai apa yang semua kita citakan, tercapainya harmoni & kemaslahatan bagi seluruh umat. Adil & beradab. Amin.

Selanjutnya... terserah anda. 
Kalo bukan kapan, siapa lagi ..eh maksude Kalo bukan kita, sekarang... hallah mbuhh

Salam Guyub →Ki

Sabtu, 19 Maret 2016

Menuju R.1.D ; Negeri Dawet Ayu

Antara Donald Trump, Ahok dan Wing Tjien..

Fenomena Demokrasi yang sedang terjadi di dunia pilih-memilih, meski sangat beda habitatnya, tapi ketiganya memiliki persamaan. Kontroversi begitu melekat pada masing-masing bakal calon. Bahwa kita setuju phrasa kontroversi bukanlah tabu dan memiliki pengertian negativ, paling tidak bisa menjadi positip jika kita mau mengambil prespektif dari sudut berbeda. Demikian yang tengah terjadi dalam arena pertarungan para kandidat baik di manca sana, pilpres di negri Lik Sam, pilgub di tanah betawi maupun pilbup di negarabanjar meski baru akan digelar Februari 2017 yang akan datang.

Setidaknya di mBanjar ada kemiripan atau dimirip-miripkan dengan DKI biar terkesan meriah, rame & jadi trending topik di medsos atawa di warung² dawet pinggir jalan.

Tentu kita semua sepakat bahwa siapapun yang akan menjadi R 1 D akan mensejahterakan 1,336 juta rakyat mbanjar dengan kepadatan ±834 jiwa/km², jiwa pemilih 700 ribuan lebih, guna membangun infrastruktur, mengembangkan perekonomian lokal, menarik investor, anti KKN dll dll...


Potensi geografis dan demografis tentunya akan menjadi daya tarik tersendiri jika dikelola dengan baik & tepat. Menjadikan Banjar sebagai kawasan berikat, tentu bukanlah pilihan bijak terlebih menjadi silikon valley, namun potensi wisata alam yang elok nan mempesona ditambah sarpras penunjang yang representatif & memadai sangat mungkin menjadikan Bumi Wani Memetri Rahayuning Praja menjadi destinasi yang banyak dikunjungi oleh pelancong manca maupun lokal.
Di saat yang sama kita akan bangga para artis berselfie ria dengan latar pesona alam nagara Banjar, kita mendapati brosur & pamflet tersebar di hotel bintang lima, angkutan pariwisata lalu-lalang dan terparkir sedang menikmati kuliner es dawet ayu dan buntil atau belanja oleh-oleh keramik made in Klampok.

Dengan sumber daya yang dimiliki Banjarnegara seluas 106.907,997 ha, dengan 20 kecamatan & 273 desa yang terhampar di atasnya, sudah lebih dari cukup untuk dikembangkan, di manfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Begitu yang tertera di pasal 33 ayat (3) UUD'45.

Tentunya di era demokratis kita juga tak mau terjebak dalam dikotomi rasis, deparpolis, independenis, sekedar narsis apalagi oportunis. Demi perubahan peradaban setidaknya kita coba selidiki lewat narasi program yang masuk nalar dan membumi tanpa mengabaikan kearifan lokal.
Terlebih di era 4G dengan kecepatan gigabytesnya, bukan cuma mangan-wareg bisa-turu mawon, kita butuh pengambil kebijakan yang cepat & tepat dalam menjalankan amanat wong mbanjar untuk bisa dinikmati oleh semua, itu mengapa begitu dibutuhkan manunggaling sang leader dengan rakyatnya. Dengan berbagai keterbatasan & regulasi ketatnya sudah barang tentu seorang Bupati tidak bisa membalikan tangan begitu saja untuk merubah suatu kaum tanpa dukungan dari semua pihak, setidaknya sikap mental yang baik harus kita pahami sebelum kita sadari bahwa kita bukan memilih kucing yang keliru (apalagi milih karungnya).
Kiranya masih relevan jika merenungi falsafah leluhur kita;

"Sugih tanpo bondo
Digdoyo tanpo aji
Nglurug tanpo bolo
Menang tanpo ngasorake
Trima mawi pasrah
Suwung pamrih tebih ajrih"

Meski hampir mustahil mencari sosok pemimpin yang ideal, tapi bukan berarti tidak ada. Pesannya adalah' kita butuh pemimpin yang sudah selesai dengan duniawinya, tidak direcoki oleh mahar politik, balas jasa apalagi botoh & broker yang kemudian jadi rekanannya. 
Tak terkecuali kita sebagai rakyat jelata juga jangan terjebak dalam budaya 'wani pira'. Meski kita masih butuh kaos buat dipake nyawah, sebungkus rokok dan amplop putih berisi tidak lebih lima digit, berusahalah.. seakan kita tidak butuh itu. Katakan Tidak! No! Ora iso!

Akhirnya semua kita berdo'a kepada gusti ingkang makaryo jagad, sang kholik Allah SWT agar semua bakal calon Bupati Banjarnegara diberikan kekuatan, kesehatan, kemudahan & kelancaran dalam menempuh tahap demi tahap sampai selesai nanti. Semua akan indah pada waktunya.. Amin Ya Robbal Alamin

Salam bahagia alakadarnya→Ki

Selasa, 01 Maret 2016

BUMDes Potensi Ekonomi Desa

ilustrasi
Pengertian BUMDES
Badan Usaha Milik Desa adalah Lembaga Usaha Desa yang dikelola oleh Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam upaya memperkuat perekonomi desa dan di bentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Ciri Utama BUMDes dengan Lembaga Ekonomi Komersil lainya sebagai berikut : Badan Usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola bersama Modal bersumber dari desa sebesar 51% dan dari masyarakat sebesar 49% melalui penyertaan modal (Saham atau andil) Operasionalisasinya mengguna kan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal Bidang usaha yang dijalankan berdasarkan pada potensi dan informasi pasar. Keuntungan yang di peroleh di tunjukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (Penyerta Modal ) dan masyarakat melalui kebijakan desa Difasilitasi oleh Pemerintah Propinisi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintahaan Desa. Operasionalisasi di kontrol secara bersama oleh BPD, Pemerintah Desa dan Anggota). BUMDes sebagai suatu lembaga ekonomi modal usahanya dibangun atas inisiatif masyarakat dan menganut asas mandiri. Ini berarti pemenuhan modal usaha BUMDes harus bersumber dari masyarakat. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan BUMDes dapat mengajukan pinjaman modal kepada pihak luar, seperti dari Pemerintah Desa atau pihak lain, bahkan melalui pihak ketiga. Ini sesuai dengan peraturan per undang-undangan (UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 213 ayat 3). Penjelasan ini sangat penting untuk mempersiapkan pendirian BUMDes, karena implikasinya akan bersentuhan dengan pengaturan nya dalam Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Desa (Perdes). 
Tujuan Pendirian BUMDes 
Empat tujuan pendirian BUMDes, diantaranya sebagai berikut : Meningkatkan Perekonomian Desa Meningkatkan Pendapatan asli Desa Meningkatkan Pengelolaan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat 
Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa.
Pendirian dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa adalah perwujudan dari pengelolaan ekonomi produksif desa yang dilakukan secara Koorperatif, Partisipatif, Emansipatif, Transparansi, Akuntabel dan Sustaniabel. Oleh karena itu perlu upaya serius untuk menjadikan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa dapat berjalan secara mandiri, efektif, efisien dan profesional. Guna mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan (Produktif dan Konsumtif) masyarakat melalui pelayanan barang dan jasa yang dikelolah oleh masyarakat dan pemerintah desa. Lembaga ini juga dituntut mampu memberikan pelayanan kepada non anggota (pihak luar Desa) dengan menempatkan harga dan pelayanan sesuai standar pasar. Artinya terdapat mekanisme kelembagaan yang disepakati bersama, sehingga tidak menimbulkan disorsi ekonomi pedesaan disebabkan oleh usaha BUMDes. Dinyatakan di dalam undang-undang bahwa BUMDes dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Apa yang dimaksud dengan ”kebutuhan dan potensi desa” adalah: Kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok; Tersedia sumberdaya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa dan terdapat permintaan dipasar; Tersedia sumberdaya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat; Adanya unit-unit usaha yang merupakan kegiatan ekonomi Warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; BUMDes merupakan wahana untuk menjalankan usaha di desa. Apa yang dimaksud dengan “usaha desa” adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa seperti antara lain: Usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha sejenis lainnya; Penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa; Perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan agrobisnis; industri dan kerajinan rakyat. 

Secara umum ada 6 jenis usaha BUMDes: 
Serving :   BUM Desa menjalankan ”bisnis sosial” yang melayani warga, yakni dapat melakukan pelayanan publik kepada masyarakat. Dengan kalimat lain, BUM Desa ini memberikan social benefits kepada warga, meskipun tidak memperoleh economic profit yang besar. Contoh jenis usaha Serving yaitu Sarana Air Bersih yang bukan dibiayai perorangan, usaha listrik desa, lumbung pangan, dll 
Banking : BUM Desa menjalankan ”bisnis uang”, yang memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat desa dengan bunga yang lebih rendah daripada bunga uang yang didapatkan masyarakat desa dari para rentenir desa atau bank-bank konvensional. Contoh jenis usaha Banking yaitu : Bank desa atau lembaga perkreditan desa atau lembaga keuangan mikro desa, unit usaha dana bergulir dsb. 
Pelayanan LKM 'Jaya Mandiri' Ds. Kecepit

Brokering : BUM Desa menjadi “lembaga perantara” yang menghubungkan komoditas pertanian dengan pasar atau agar para petani tidak kesulitan menjual produk mereka ke pasar. Atau BUM Desa menjual jasa pelayanan kepada warga dan usaha-usaha masyarakat. Contoh jenis usaha Brokering yaitu: Jasa pembayaran listrik, PAM, Telp, Jasa Perpanjangan Pajak Kendaraan Bermotor dll. Desa juga dapat mendirikan pasar desa untuk memasarkan produk-produk yang dihasilkan masyarakat. 
Trading : BUM Desa menjalankan bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada sekala pasar yang lebih luas. Contoh jenis usaha Trading antara lain: Pabrik es, pabrik kayu, hasil pertanian, sarana produksi pertanian, dll.
Holding :   BUM Desa sebagai ”usaha bersama”, atau sebagai induk dari unit-unit usaha yang ada di desa, dimana masing-masing unit yang berdiri sendiri- sendiri ini, diatur dan ditata sinerginya oleh BUM Desa agar tumbuh usaha bersama.
Renting : BUM Desa menjalankan bisnis penyewaan untuk melayani kebutuhan masyarakat setempat dan sekaligus untuk memperoleh pendapatan desa. Ini sudah lama berjalan di banyak di desa, terutama desa- desa di Jawa. Contoh jenis usaha Renting yaitu: Penyewaan traktor, perkakas pesta, gedung pertemuan, rumah toko, tanah, dan sebagainya. 

Keterlibatan pemerintah desa sebagai penyerta modal terbesar BUMDes atau sebagai pendiri bersama masyarakat diharapkan mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), yang diwujudkan dalam bentuk perlindungan (proteksi) atas intervensi yang merugikan dari pihak ketiga (baik dari dalam maupun luar desa). Demikian pula, pemerintah desa ikut berperan dalam pembentukan BUMDes sebagai badan hukum yang berpijak pada tata aturan perundangan yang berlaku, serta sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. 

Landasan Dasar Hukum BUMDES
Pendirian BUMDes dilandasi oleh UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Secara rinci tentang kedua landasan hukum BUMDes adalah: UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Pasal 213 ayat (1) “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa” PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa: Pasal 78 
1) Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. 
2) Pembentukan Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
3) Bentuk Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum. Pasal 79
1) Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2) 78 ayat (1) adalah usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa.
2) Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari:
a) Pemerintah Desa; 
b) Tabungan masyarakat; 
c) Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota; 
d) Pinjaman; dan/atau 
e) Penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan. 
3) Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari Pemerintah desa dan masyarakat. Pasal 80
 1) Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD. Pasal 81
1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pembentukan dan
2) Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan Peraturan
3) Daerah Kabupaten/Kota
4) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: Bentuk badan hukum; Kepengurusan; Hak dan kewajiban; Permodalan; Bagi hasil usaha atau keuntungan; Kerjasama dengan pihak ketiga; Mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban.

Perencanaan dan Pendirian BUMDES
Berkenaan dengan perencanaan dan pendiriannya,maka BUMDes dibangun atas prakarsa (inisiasi) masyarakat, serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, (‘user-owned, user-benefited, and user- controlled’), transparansi, emansipatif, akuntable, dan sustainable dengan mekanisme member-base dan self- help.
Dari semua itu yang terpenting adalah bahwa pengelolaan BUMDes harus dilakukan secara profesional dan mandiri. BUMDes merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). BUMDes sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar. Dalam menjalankan usahanya prinsip efisiensi dan efektifitas harus selalu ditekankan. BUMDes sebagai badan hukum, dibentuk berdasarkan tata perundang-undangan yang berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. Dengan demikian, bentuk BUMDes dapat beragam di setiap desa di Indonesia. Ragam bentuk ini sesuai dengan karakteristik lokal, potensi, dan sumberdaya yang dimiliki masing-masing desa. Pengaturan lebih lanjut tentang BUMDes diatur melalui Peraturan Daerah (Perda). Sebagaimana dinyatakan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa tujuan pendirian BUMDes antara lain dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADesa). Oleh karena itu, setiap Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun penting disadari bahwa BUMDes didirikan atas prakarsa masyarakat didasarkan pada potensi yang dapat dikembangkan dengan menggunakan sumberdaya lokal dan terdapat permintaan pasar. Dengan kata lain, pendirian BUMDes bukan merupakan paket instruksional yang datang dari Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten. Jika yang berlaku demikian dikawatirkan BUMDes akan berjalan tidak sebagaimana yang diamanatkan di dalam undangundang. Tugas dan peran Pemerintah adalah melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat desa melalui pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten tentang arti penting BUMDes bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui pemerintah desa masyarakat dimotivasi, disadarkan dan dipersiapkan untuk membangun kehidupannya sendiri. Pemerintah memfasilitasi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan dan pemenuhan lainnya yang dapat memperlancar pendirian BUMDes. Selanjutnya, mekanisme operasionalisasi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat desa. Untuk itu, masyarakat desa perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat menerima gagasan baru tentang lembaga ekonomi yang memiliki dua fungsi yakni bersifat sosial dan komersial. 

Dengan tetap berpegang teguh pada karakteristik desa dan nilai- nilai yang hidup dan dihormati. Maka persiapan yang dipandang paling tepat adalah berpusat pada sosialisasi, pendidikan, dan pelatihan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan standar hidup masyarakat desa (Pemerintah Desa, BPD, tokoh masyarakat/ketua suku, ketua-ketua kelembagaan di pedesaan). Melalui cara demikian diharapkan keberadaan BUMDes mampu mendorong dinamisasi kehidupan ekonomi di pedesaan. Peran pemerintah desa adalah membangun relasi dengan masyarakat untuk mewujudkan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), sebagai bagian dari upaya pengembangan komunitas (development based community) desa yang lebih berdaya.(Ki→dari berbagai sumber)


Jumat, 26 Februari 2016

Dana Desa; Quo Vadis

Menurut UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak UU Desa disahkan, Pemerintah terus berupaya untuk memprioritaskan pembangunan desa agar tidak tertinggal dan mendorong masyarakatnya menjadi lebih aktif karena dilibatkanya masyarakat pedesaan lewat Musdus, Musdes, Musrenbangdes dan rembuk desa secara berjenjang. Dalam menentukan arah pembangunan, tiap desa membuat RPJMDes yang digunakan sebagai acuan menentukan prioritas ((UU No 32 Th. 2004) . RPJMDes dibuat dengan mengacu visi misi kepala desa dan berlaku sampai berakhirnya masa jabatan kepala desa. Penyaluran dana menjadi hal terpenting untuk pembangunan desa yang lebih maju. Dengan berlakunya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa bahwa adanya kucuran dana milyaran rupiah langsung ke desa yang bersumber dari alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota. Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, Pasal 1, ayat 2 Dana Desa adalah Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan dari dana desa pada dasarnya adalah mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan lebih memeratakan pendapatan Pemerintah memprioritaskan pemanfaatan dana desa untuk proyek pembangunan infrastruktur, misalnya irigasi pertanian, jalan, usaha tani, saluran air, dan jembatan yang dibangun swakelola dan padat karya. Penyalahgunaan dana desa juga bisa terjadi dikarenakan beberapa faktor seperti desa belum siap mengelola dana tersebut, kurangnya sumber daya manusia, pemerintah desa yang tidak transparan dan akuntabel. Maka dari itu, perlu dilakukan beberapa hal agar pemanfaatan dana desa tepat sasaran yaitu pembenahan atau mengoptimalkan organisasi pemerintahan desa, pemerintahan desa yang akuntabel dan transparan, serta pengawasan anggaran. Pertama, kepala desa sebagai kuasa pengguna anggaran sekaligus penyelenggara pemerintahan harus bisa menerapkan fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan untuk mengatur desanya supaya bisa meningkatkan kesejahteraan warganya. Struktur organisasi di desa harus terdiri dari orang-orang yang memiliki standar kualitas dalam memimpin serta pembentukan badan-badan pengawasan keuangan dipedesaan dan mencari orang yang paham bagaimana cara mengatur desa tersebut. Setelah dibuatnya struktur organisasi desa, maka harus ditetapkan tugas, tanggung jawab, dan wewenang dari masing-masing jabatan. Sebagai contoh bagian kepala urusan ekonomi dan pembangunan bertugas sebagai penyelenggara urusan perekonomian dan pembangunan, memiliki tanggungjawab untuk menyelenggarakan pembangunan, dan memiliki wewenang yaitu menjalankan serta memberikan inovasi-inovasi pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Dengan diberikannya tugas, tanggungjawab, wewenang serta mencakup status dan peran yang dimiliki, maka aparatur desa tersebut harus patuh dan menjalankan tugasnya dengan amanah dan memiliki rasa tanggungjawab. Struktur organisasi yang bisa berjalan dengan mengikuti aturan serta terbuka dalam menerima kritik dan saran akan membuat desanya menjadi lebih maju dan mendorong masyarakat setempat untuk aktif, sehingga tidak terjadi kekacauan yang merugikan warga seperti tersendatnya dana dari pemerintah pusat untuk desa tersebut yang akan menimbulkan konflik-konflik internal. Kedua, siap atau tidak siap perangkat desa harus mau untuk mengelola anggaran desa dengan transparan dan akuntabel. Pemerintahan desa yang transparan dan akuntabel berkewajiban mempelajari sistem pembayaran, sistem akuntansi, dan pelaporan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik. Kepala desa bertugas dan berwenang membuat kebijakan. Penggunaan anggaran harus sesuai Peraturan desa (Perdes) yang dimusyawarahkan antara Kepala Desa, masyarakat dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Misalkan anggaran digunakan untuk gaji perangkat desa dan biaya operasional desa yang nilainya sudah disetujui semua perangkat desa dan BPD atas sepengetahuan tokoh masyarakat. Semua kegiatan anggaran harus dilakukan secara transparan dengan membuat laporan keuangan secara terbuka kepada warga setempat. Namun, pengawasan penyaluran dana desa sebaiknya tidak hanya mengandalkan sistem birokrasi pemerintah saja, tetapi juga harus melibatkan sistem budaya lokal yang berlaku di masing-masing desa. Sehingga sistem yang diterapkan suatu desa bisa saja berbeda dengan sistem di desa lainnya. Pengawasan terhadap anggaran desa menjadikan dana tersebut tidak disalahgunakan, sehingga warga desa merasakan pemanfaatan dana tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas, peran pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat sekitar sangat mempengaruhi pengelolaan anggaran yang ada di desa. Agar pemanfaatan desa tepat sasaran, pemerintah tidak boleh membuat gap antara perangkat desa dan masyarakat. Warga desa perlu mengetahui bagaimana kinerja perangkat desa dengan kata lain transparan dalam hal anggaran untuk pembangunan desa yang lebih maju. Struktur organisasi pun harus dibuat dengan benar sehingga semua perangkat desa menjalankan tugas yang telah ditetapkan, pemerintahan desa selalu melaporkan kondisi keuangan yang ada di desa tersebut serta selalu lakukan pengawasan terhadap anggaran desa agar tidak terjadi penyalahgunaan anggaran desa. Dibalik organisasi maupun perangkat pedesaan yang ideal terdapat kritik dan saran masyarakat yang bersifat membangun untuk progres desa yang ditinggalinya. Masyarakat pedesaan yang cenderung bersifat apatis terhadap urusan politik terutama anggaran desa karena minimnya pendidikan politik yang mengatur kehidupan mereka harus diminimalisir melalui berbagai penyuluhan yang dilakukan oleh orang-orang yang peduli akan pentingnya kemajuan desa terutama dalam anggaran pedesaan.

Senin, 22 Februari 2016

ASAL USUL DESA KECEPIT

Era Majapahit Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, dibawah kepemimpinan Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, pernah beberapa kali menyerang Kerajaan di tanah Pasundan yaitu Kerajaan Pajajaran dan hasilnya kurang begitu cemerlang (perang Bubat). Dalam perjalanan kembali dari tanah Pasundan, beberapa prajurit Majapahit terpisah dari rombongan (atau memisahkan diri) dan membentuk koloni sendiri. Diantaranya ada yang bergabung dengan masyarakat setempat dan atau mendirikan wilayah baru. Karena pengaruh dan kewibawaannya, mereka menjadi pemimpin yang sangat dihormati dan menciptakan sistem pemerintahan di daerah itu. Hingga sekarang banyak wilayah yang masih menyisakan budaya dalam kultur masyarakat maupun 'punden/petilasan'. Beberapa dari mereka 'terdampar'di sebuah wilayah yang pada masa itu masih hutan yang subur di sebelah timur gunung Slamet, mereka berbaur dengan penduduk asli dan menciptakan tatanan masyarakat. Begitu sangat dihormati & sangat berpengaruhnya, hingga masyarakat tidak pernah memanggil mereka dari namanya tetapi dengan sebutan "KI JOPIT" (asal kata Ki Mojopahit atau Ki Jopahit dalam lidah banyumasan). Salah satu dari mereka sebagai pemimpin spiritual yang jadi panutan dan mendapat sebutan 'KI BRAWIT' (asal dari Ki Brawijaya) dan sekarang menjadi punden/makam tanpa nama BREWITwaktu itu Majapahit diperintah oleh Raden Kertabhumi atau Prabhu Brawijaya semenjak tahun 1453 Masehi.
  Pada
 'Ki Japit' sendiri adalah prajurit yang gagah berani dan banyak menumbangkan musuh-musuhnya dan mendapat julukan 'PENUMBANG'yang menjadi nama dusun di daerah itu dan juga di abadikan menjadi nama sungai yang mengalir di daerah tersebut yaitu sungai Penambangan. Dalam perjalanannya beberapa prajurit Majapahit menyebar di beberapa lokasi, ada yang menetap hingga akhir hayat dan berkeluarga yang di kemudian hari mempunyai keturunan. Salah satu keturunanya dipercaya menjadi penerus di wilayah itu adalah KI KERTIMENGGALA. Sebelum berpisah diantara mereka bersepakat untuk memberi tanda di halaman rumah mereka menanam Pohon Sawo agar dikemudian hari memudahkan mereka untuk mencari apabila berkunjung. Sebagian dari penanda tersebut ada yang hingga kini masih ada, ditebang ataupun mati....  →bersambung}

Minggu, 21 Februari 2016

PROFIL DESA

PROFIL DESA Salah satu desa dari 17 desa di Kecamatan Punggelan yang letaknya di sebelah barat dan berbatasan langsung dengan desa Karangsari di sebelah Timur, Desa Tribuana & Sambong di sebelah selatan, Desa Danakerta di sebelah barat & Desa Klapa. Penduduk desa terdiri barbagai macam profesi mulai petani/pekebun, pedagang,PNS dll Jumlah penduduk Desa Kecepit ; 6.099 jiwa terdiri dari Laki-laki : 3022 dan Perempuan : 3.077 (/tgl. 30 jan 2016) Terletak di ketinggian ±750 m dari permukaan laut, Jenis tanah kering & kontur tanah berbukit ditambah minimnya irigasi sehingga sebagian besar penduduknya bekerja mengelola ladang perkebunan dengan jenis tanaman hortikultura yang di tumpang sari dengan berbagai tanaman perkebunan dan tanaman hutan. Mrica, Kopi, Kapulaga, singkong, duku, albasia dll menjadi hasil bumi andalan.
Desa Kecepit terbagi menjadi 3 wilayah dusun dan 30 RT yaitu; Dusun 1 Penumbang (12 RT), Dusun 2 Blabar ( 9 RT) dan Dusun 3 Silawi (9 RT).
 
Desa yang masih memiliki cagar budaya dengan masih terawat dengan baik sebuah bangunan peninggalan Belanda yang dibangun tahun 1912 dan sekarang masih berdiri kokoh dengan penambahan bangunan di sekitarnya.

Sarana Pendidikan di Desa Kecepit antara lain PAUD, TK, SD Negeri, MI & MTS Muhammadiyah.
 
Desa Kecepit adalah salah satu desa di Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara, adalah sebuah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibukotanya namanya juga Banjarnegara. Kabupaten Banjarnegara terletak di antara 7° 12' - 7° 31' Lintang Selatan dan 109° 29' - 109° 45'50" Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Banjarnegara adalah 106.970,997 ha atau 3,10 % dari luas seluruh Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang di Utara, Kabupaten Wonosobo di Timur, Kabupaten Kebumen di Selatan, dan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga di Barat. Geografi Bentang alam berdasarkan bentuk tata alam dan penyebaran geografis, wilayah ini dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : Zona Utara, adalah kawasan pegunungan yang merupakan bagian dari Dataran Tinggi Dieng, Pegunungan Serayu Utara. Daerah ini memiliki relief yang curam dan bergelombang. Di perbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang terdapat beberapa puncak, seperti Gunung Rogojembangan dan Gunung Prahu. Beberapa kawasan digunakan sebagai obyek wisata, dan terdapat pula tenaga listrik panas bumi. Pada sebelah utara meliputi Kecamatan : Kalibening, Pandanarum, Wanayasa, Pagentan, Pejawaran, Batur, Karangkobar, Madukara Zona Tengah, merupakan zona Depresi Serayu yang cukup subur. Bagian wilayah ini meliputi Kecamatan : Banjarnegara, Madukara, Bawang, Purwanegara, Mandiraja, Purworejo Klampok, Susukan, Wanadadi, Banjarmangu, Rakit Zona Selatan, merupakan bagian dari Pegunungan Serayu, merupakan daerah pegunungan yang berrelif curam. Meliputi Kecamatan : Pagedongan, Banjarnegara, Sigaluh, Mandiraja, Bawang, Susukan Topografi Topografi wilayah ini sebagian besar (65% lebih) berada di ketinggian antara 100 s/d 1000 meter dari permukaan laut. Secara rinci pembagian wilayah berdasarkan topografi. Kurang dari 100 m dari permukaan air laut, meliputi luas 9,82 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Kecamatan Susukan dan Purworejo Klampok, Mandiraja, Purwanegara dan Bawang. Antara 100 - 500 m dari permukaan air laut, meliputi luas 37,04 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Punggelan, Wanadadi, Rakit, Madukara, sebagian Susukan, Mandiraja, Purwanegara, Bawang, Pagedongan, Banjarmangu dan Banjarnegara. Antara 500 -1.000 m dari permukaan air laut, meliputi luas 28,74% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Banjarnegara, meliputi Kecamatan Sigaluh, sebagian Banjarnegara, Pagedongan dan Banjarmangu. Lebih dari 1.000 m dari permukaan air laut, meliputi luas 24,40% dari seluruh wilayah Kabupaten Banjarnegara meliputi Kecamatan Pejawaran, Batur, Wanayasa, Kalibening, Pandanarum, Karangkobar dan Pagentan. Sungai Serayu mengalir menuju ke Barat, serta anak-anak sungainya termasuk Kali Tulis, Kali Merawu, Kali Pekacangan, Kali Gintung dan Kali Sapi. Sungai tersebut dimanfaatkan sebagai sumber irigasi pertanian. Wilayah kabupaten Banjarnegara memiliki iklim tropis, dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm/ tahun, serta suhu rata-rata 20°- 26° C. Pembagian administratif Kabupaten Banjarnegara terdiri atas 20 kecamatan, yang dibagi lagi atas 273 desa dan 5 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Banjarnegara.