Sabtu, 19 Maret 2016

Menuju R.1.D ; Negeri Dawet Ayu

Antara Donald Trump, Ahok dan Wing Tjien..

Fenomena Demokrasi yang sedang terjadi di dunia pilih-memilih, meski sangat beda habitatnya, tapi ketiganya memiliki persamaan. Kontroversi begitu melekat pada masing-masing bakal calon. Bahwa kita setuju phrasa kontroversi bukanlah tabu dan memiliki pengertian negativ, paling tidak bisa menjadi positip jika kita mau mengambil prespektif dari sudut berbeda. Demikian yang tengah terjadi dalam arena pertarungan para kandidat baik di manca sana, pilpres di negri Lik Sam, pilgub di tanah betawi maupun pilbup di negarabanjar meski baru akan digelar Februari 2017 yang akan datang.

Setidaknya di mBanjar ada kemiripan atau dimirip-miripkan dengan DKI biar terkesan meriah, rame & jadi trending topik di medsos atawa di warung² dawet pinggir jalan.

Tentu kita semua sepakat bahwa siapapun yang akan menjadi R 1 D akan mensejahterakan 1,336 juta rakyat mbanjar dengan kepadatan ±834 jiwa/km², jiwa pemilih 700 ribuan lebih, guna membangun infrastruktur, mengembangkan perekonomian lokal, menarik investor, anti KKN dll dll...


Potensi geografis dan demografis tentunya akan menjadi daya tarik tersendiri jika dikelola dengan baik & tepat. Menjadikan Banjar sebagai kawasan berikat, tentu bukanlah pilihan bijak terlebih menjadi silikon valley, namun potensi wisata alam yang elok nan mempesona ditambah sarpras penunjang yang representatif & memadai sangat mungkin menjadikan Bumi Wani Memetri Rahayuning Praja menjadi destinasi yang banyak dikunjungi oleh pelancong manca maupun lokal.
Di saat yang sama kita akan bangga para artis berselfie ria dengan latar pesona alam nagara Banjar, kita mendapati brosur & pamflet tersebar di hotel bintang lima, angkutan pariwisata lalu-lalang dan terparkir sedang menikmati kuliner es dawet ayu dan buntil atau belanja oleh-oleh keramik made in Klampok.

Dengan sumber daya yang dimiliki Banjarnegara seluas 106.907,997 ha, dengan 20 kecamatan & 273 desa yang terhampar di atasnya, sudah lebih dari cukup untuk dikembangkan, di manfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Begitu yang tertera di pasal 33 ayat (3) UUD'45.

Tentunya di era demokratis kita juga tak mau terjebak dalam dikotomi rasis, deparpolis, independenis, sekedar narsis apalagi oportunis. Demi perubahan peradaban setidaknya kita coba selidiki lewat narasi program yang masuk nalar dan membumi tanpa mengabaikan kearifan lokal.
Terlebih di era 4G dengan kecepatan gigabytesnya, bukan cuma mangan-wareg bisa-turu mawon, kita butuh pengambil kebijakan yang cepat & tepat dalam menjalankan amanat wong mbanjar untuk bisa dinikmati oleh semua, itu mengapa begitu dibutuhkan manunggaling sang leader dengan rakyatnya. Dengan berbagai keterbatasan & regulasi ketatnya sudah barang tentu seorang Bupati tidak bisa membalikan tangan begitu saja untuk merubah suatu kaum tanpa dukungan dari semua pihak, setidaknya sikap mental yang baik harus kita pahami sebelum kita sadari bahwa kita bukan memilih kucing yang keliru (apalagi milih karungnya).
Kiranya masih relevan jika merenungi falsafah leluhur kita;

"Sugih tanpo bondo
Digdoyo tanpo aji
Nglurug tanpo bolo
Menang tanpo ngasorake
Trima mawi pasrah
Suwung pamrih tebih ajrih"

Meski hampir mustahil mencari sosok pemimpin yang ideal, tapi bukan berarti tidak ada. Pesannya adalah' kita butuh pemimpin yang sudah selesai dengan duniawinya, tidak direcoki oleh mahar politik, balas jasa apalagi botoh & broker yang kemudian jadi rekanannya. 
Tak terkecuali kita sebagai rakyat jelata juga jangan terjebak dalam budaya 'wani pira'. Meski kita masih butuh kaos buat dipake nyawah, sebungkus rokok dan amplop putih berisi tidak lebih lima digit, berusahalah.. seakan kita tidak butuh itu. Katakan Tidak! No! Ora iso!

Akhirnya semua kita berdo'a kepada gusti ingkang makaryo jagad, sang kholik Allah SWT agar semua bakal calon Bupati Banjarnegara diberikan kekuatan, kesehatan, kemudahan & kelancaran dalam menempuh tahap demi tahap sampai selesai nanti. Semua akan indah pada waktunya.. Amin Ya Robbal Alamin

Salam bahagia alakadarnya→Ki

Selasa, 01 Maret 2016

BUMDes Potensi Ekonomi Desa

ilustrasi
Pengertian BUMDES
Badan Usaha Milik Desa adalah Lembaga Usaha Desa yang dikelola oleh Masyarakat dan Pemerintah Desa dalam upaya memperkuat perekonomi desa dan di bentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Ciri Utama BUMDes dengan Lembaga Ekonomi Komersil lainya sebagai berikut : Badan Usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola bersama Modal bersumber dari desa sebesar 51% dan dari masyarakat sebesar 49% melalui penyertaan modal (Saham atau andil) Operasionalisasinya mengguna kan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal Bidang usaha yang dijalankan berdasarkan pada potensi dan informasi pasar. Keuntungan yang di peroleh di tunjukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (Penyerta Modal ) dan masyarakat melalui kebijakan desa Difasilitasi oleh Pemerintah Propinisi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintahaan Desa. Operasionalisasi di kontrol secara bersama oleh BPD, Pemerintah Desa dan Anggota). BUMDes sebagai suatu lembaga ekonomi modal usahanya dibangun atas inisiatif masyarakat dan menganut asas mandiri. Ini berarti pemenuhan modal usaha BUMDes harus bersumber dari masyarakat. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan BUMDes dapat mengajukan pinjaman modal kepada pihak luar, seperti dari Pemerintah Desa atau pihak lain, bahkan melalui pihak ketiga. Ini sesuai dengan peraturan per undang-undangan (UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 213 ayat 3). Penjelasan ini sangat penting untuk mempersiapkan pendirian BUMDes, karena implikasinya akan bersentuhan dengan pengaturan nya dalam Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Desa (Perdes). 
Tujuan Pendirian BUMDes 
Empat tujuan pendirian BUMDes, diantaranya sebagai berikut : Meningkatkan Perekonomian Desa Meningkatkan Pendapatan asli Desa Meningkatkan Pengelolaan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat 
Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa.
Pendirian dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa adalah perwujudan dari pengelolaan ekonomi produksif desa yang dilakukan secara Koorperatif, Partisipatif, Emansipatif, Transparansi, Akuntabel dan Sustaniabel. Oleh karena itu perlu upaya serius untuk menjadikan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa dapat berjalan secara mandiri, efektif, efisien dan profesional. Guna mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan (Produktif dan Konsumtif) masyarakat melalui pelayanan barang dan jasa yang dikelolah oleh masyarakat dan pemerintah desa. Lembaga ini juga dituntut mampu memberikan pelayanan kepada non anggota (pihak luar Desa) dengan menempatkan harga dan pelayanan sesuai standar pasar. Artinya terdapat mekanisme kelembagaan yang disepakati bersama, sehingga tidak menimbulkan disorsi ekonomi pedesaan disebabkan oleh usaha BUMDes. Dinyatakan di dalam undang-undang bahwa BUMDes dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Apa yang dimaksud dengan ”kebutuhan dan potensi desa” adalah: Kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok; Tersedia sumberdaya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa dan terdapat permintaan dipasar; Tersedia sumberdaya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat; Adanya unit-unit usaha yang merupakan kegiatan ekonomi Warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; BUMDes merupakan wahana untuk menjalankan usaha di desa. Apa yang dimaksud dengan “usaha desa” adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa seperti antara lain: Usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha sejenis lainnya; Penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa; Perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan agrobisnis; industri dan kerajinan rakyat. 

Secara umum ada 6 jenis usaha BUMDes: 
Serving :   BUM Desa menjalankan ”bisnis sosial” yang melayani warga, yakni dapat melakukan pelayanan publik kepada masyarakat. Dengan kalimat lain, BUM Desa ini memberikan social benefits kepada warga, meskipun tidak memperoleh economic profit yang besar. Contoh jenis usaha Serving yaitu Sarana Air Bersih yang bukan dibiayai perorangan, usaha listrik desa, lumbung pangan, dll 
Banking : BUM Desa menjalankan ”bisnis uang”, yang memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat desa dengan bunga yang lebih rendah daripada bunga uang yang didapatkan masyarakat desa dari para rentenir desa atau bank-bank konvensional. Contoh jenis usaha Banking yaitu : Bank desa atau lembaga perkreditan desa atau lembaga keuangan mikro desa, unit usaha dana bergulir dsb. 
Pelayanan LKM 'Jaya Mandiri' Ds. Kecepit

Brokering : BUM Desa menjadi “lembaga perantara” yang menghubungkan komoditas pertanian dengan pasar atau agar para petani tidak kesulitan menjual produk mereka ke pasar. Atau BUM Desa menjual jasa pelayanan kepada warga dan usaha-usaha masyarakat. Contoh jenis usaha Brokering yaitu: Jasa pembayaran listrik, PAM, Telp, Jasa Perpanjangan Pajak Kendaraan Bermotor dll. Desa juga dapat mendirikan pasar desa untuk memasarkan produk-produk yang dihasilkan masyarakat. 
Trading : BUM Desa menjalankan bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada sekala pasar yang lebih luas. Contoh jenis usaha Trading antara lain: Pabrik es, pabrik kayu, hasil pertanian, sarana produksi pertanian, dll.
Holding :   BUM Desa sebagai ”usaha bersama”, atau sebagai induk dari unit-unit usaha yang ada di desa, dimana masing-masing unit yang berdiri sendiri- sendiri ini, diatur dan ditata sinerginya oleh BUM Desa agar tumbuh usaha bersama.
Renting : BUM Desa menjalankan bisnis penyewaan untuk melayani kebutuhan masyarakat setempat dan sekaligus untuk memperoleh pendapatan desa. Ini sudah lama berjalan di banyak di desa, terutama desa- desa di Jawa. Contoh jenis usaha Renting yaitu: Penyewaan traktor, perkakas pesta, gedung pertemuan, rumah toko, tanah, dan sebagainya. 

Keterlibatan pemerintah desa sebagai penyerta modal terbesar BUMDes atau sebagai pendiri bersama masyarakat diharapkan mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), yang diwujudkan dalam bentuk perlindungan (proteksi) atas intervensi yang merugikan dari pihak ketiga (baik dari dalam maupun luar desa). Demikian pula, pemerintah desa ikut berperan dalam pembentukan BUMDes sebagai badan hukum yang berpijak pada tata aturan perundangan yang berlaku, serta sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. 

Landasan Dasar Hukum BUMDES
Pendirian BUMDes dilandasi oleh UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Secara rinci tentang kedua landasan hukum BUMDes adalah: UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Pasal 213 ayat (1) “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa” PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa: Pasal 78 
1) Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. 
2) Pembentukan Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
3) Bentuk Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum. Pasal 79
1) Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2) 78 ayat (1) adalah usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa.
2) Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari:
a) Pemerintah Desa; 
b) Tabungan masyarakat; 
c) Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota; 
d) Pinjaman; dan/atau 
e) Penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan. 
3) Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari Pemerintah desa dan masyarakat. Pasal 80
 1) Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD. Pasal 81
1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pembentukan dan
2) Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan Peraturan
3) Daerah Kabupaten/Kota
4) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: Bentuk badan hukum; Kepengurusan; Hak dan kewajiban; Permodalan; Bagi hasil usaha atau keuntungan; Kerjasama dengan pihak ketiga; Mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban.

Perencanaan dan Pendirian BUMDES
Berkenaan dengan perencanaan dan pendiriannya,maka BUMDes dibangun atas prakarsa (inisiasi) masyarakat, serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif, (‘user-owned, user-benefited, and user- controlled’), transparansi, emansipatif, akuntable, dan sustainable dengan mekanisme member-base dan self- help.
Dari semua itu yang terpenting adalah bahwa pengelolaan BUMDes harus dilakukan secara profesional dan mandiri. BUMDes merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). BUMDes sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar. Dalam menjalankan usahanya prinsip efisiensi dan efektifitas harus selalu ditekankan. BUMDes sebagai badan hukum, dibentuk berdasarkan tata perundang-undangan yang berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. Dengan demikian, bentuk BUMDes dapat beragam di setiap desa di Indonesia. Ragam bentuk ini sesuai dengan karakteristik lokal, potensi, dan sumberdaya yang dimiliki masing-masing desa. Pengaturan lebih lanjut tentang BUMDes diatur melalui Peraturan Daerah (Perda). Sebagaimana dinyatakan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa tujuan pendirian BUMDes antara lain dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADesa). Oleh karena itu, setiap Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun penting disadari bahwa BUMDes didirikan atas prakarsa masyarakat didasarkan pada potensi yang dapat dikembangkan dengan menggunakan sumberdaya lokal dan terdapat permintaan pasar. Dengan kata lain, pendirian BUMDes bukan merupakan paket instruksional yang datang dari Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten. Jika yang berlaku demikian dikawatirkan BUMDes akan berjalan tidak sebagaimana yang diamanatkan di dalam undangundang. Tugas dan peran Pemerintah adalah melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada masyarakat desa melalui pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten tentang arti penting BUMDes bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui pemerintah desa masyarakat dimotivasi, disadarkan dan dipersiapkan untuk membangun kehidupannya sendiri. Pemerintah memfasilitasi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan dan pemenuhan lainnya yang dapat memperlancar pendirian BUMDes. Selanjutnya, mekanisme operasionalisasi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat desa. Untuk itu, masyarakat desa perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat menerima gagasan baru tentang lembaga ekonomi yang memiliki dua fungsi yakni bersifat sosial dan komersial. 

Dengan tetap berpegang teguh pada karakteristik desa dan nilai- nilai yang hidup dan dihormati. Maka persiapan yang dipandang paling tepat adalah berpusat pada sosialisasi, pendidikan, dan pelatihan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan standar hidup masyarakat desa (Pemerintah Desa, BPD, tokoh masyarakat/ketua suku, ketua-ketua kelembagaan di pedesaan). Melalui cara demikian diharapkan keberadaan BUMDes mampu mendorong dinamisasi kehidupan ekonomi di pedesaan. Peran pemerintah desa adalah membangun relasi dengan masyarakat untuk mewujudkan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), sebagai bagian dari upaya pengembangan komunitas (development based community) desa yang lebih berdaya.(Ki→dari berbagai sumber)